Search This Blog

Tuesday 13 September 2022

BUDAYA POSITIF

BUDAYA POSITIF

DISIPLIN POSITIF

        Dalam budaya kita,  kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

MOTIVASI PERILAKU MANUSIA

Motivasi merupakan dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi perilaku manusia dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Menghindari ketidaknyamanan atau hukuman; murid melakukan disiplin diri karena ia takut            dihukum. Ini termasuk motivasi ekstrinsik
2. Mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain; murid melakukan disiplin diri karena        ia mengharapkan imbalan dan ini termasuk motivasi ekstrinsik.
3. Menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang            mereka percaya dan ini termasuk motivasi intrinsik.
 

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Kebutuhan dasar manusia ada 5, yaitu :
1. Kebutuhan Bertahan Hidup
    Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan            hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan.
2. Kebutuhan Kasih sayang dan Rasa Diterima (Kebutuhan untuk Diterima)
    Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial,        kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi            bagian dari suatu kelompok. Kebutuhan ini juga meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan     orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan                kelompok dimana kita tergabung.
3. Kebutuhan Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
    Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi     terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri.            Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa                membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk        meninggalkan pengaruh.
4. Kebutuhan Kebebasan (Kebutuhan Akan Pilihan)
    Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan                mampu mengendalikan arah hidup seseorang. Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi     menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu                    terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.
5. Kebutuhan Kesenangan (Kebutuhan untuk merasa senang)
    Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa.
    

LIMA POSISI KONTROL

    Adapun lima posisi kontrol yang bisa diterapkan dalam menjalankan disiplin positif di sekolah, yaitu :
1. Penghukum
    Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Selain itu, nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-nunjuk menghardik. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
2. Pembuat Rasa Bersalah
    Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Selain itu, nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh merapat pada anak dan lesu. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu cara dia.

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

    Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

3. Teman

    Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Selain itu, nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh merapat pada murid, mata dan senyum jenakaPosisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

4. Pemantau

    Memantau berarti mengawasi. Selain itu, nada suara datar, bahasa tubuh yang formal. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”

“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

5. Manajer

    Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Selain itu, nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke muridSeorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata

“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”

“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”

“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

SEGITIGA RESTITUSI

        Dari gambar segitiga restitusi di atas, ada 3 tahapan yang dilakukan. Tiga tahapan tersbut adalah sebagai berikut:
Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Pada tahapan ini guru bisa mengatakan kepada murid bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Selain itu, guru juga bisa mengatakan bahwa kamu juga bukan satu-satunya yang pernah melakukan ini.

Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah
Pada bagian ini, guru harus memahami alasan mengapa murid melakukan tersebut, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. 

Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan.Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.